1/05/2012 10:29:00 PM
CERITA PERSAUDARAAN SAMPAI MATI INTERISTI-LAZIALE (GAMELLAGGIO LAZIO-INTER)
Sebuah Catatan Panjang Sejarah dan Kejadian Dramatis
Stadio Giuseppe Meazza, San Siro, Milano, 23 April 2011. Menjelang laga
Inter vs Lazio di pekan-pekan terakhir yang krusial di Serie A musim
2011/2012. Lazio sedang bersaing keras dengan Udinese untuk mengamankan
tempat di UCL dan Inter sedang berjuang keras menghidupkan asa scudetto
yang hampir pasti diraih AC Milan. Ketika kedua tim memasuki lapangan,
dari salah satu bagian stadion puluhan flare warna biru langit
dinyalakan, disusul pekikan ribuan orang: “A Roma Ce Solo Lazio” atau
“Di Kota Roma Hanya Ada Lazio”. Kita yang hanya menyaksikan lewat
televisi tentu mengira itu adalah ulah suporter Lazio. Sebenarnya bukan,
flare dan teriakan itu justru dilakukan dari Curva Nord Stadio GM oleh
puluhan ribu Interisti yang tergabung dalam Boys SAN dan beberapa
kelompok ultras Inter lainnya. Baru setelah itu dari sisi Irriducibili
Lazio dinyalakan flare warna biru gelap (warna Inter) dan para Laziali
meneriakkan “Forza Inter Ale”. Itu adalah ritual selamat datang dari
Interisti untuk Laziali dan tanda persahabatan Laziali bagi Interisti.
Ritual itu sudah berusia lebih dari satu dekade sejak kedua kelompok
suporter ultras menjalin gamellaggio (twinning, persaudaraan). Di Stadio
Olimpico, ritual dilakukan sebaliknya. Irriducibili Lazio menyalakan
flare biru gelap disertai teriakan “Forza Inter Ale” dan dibalas oleh
Interisti dengan flare biru langit dan teriakan “A Roma Ce Solo Lazio.”
Mengapa kita bersahabat dengan Lazio? Karena sama-sama menempati Curva
Nord? Dan mengapa Lazio berseteru dengan AS Roma? Karena menghuni kota
yang sama? Itu memang salah satu alasan tetapi latar belakang
sesungguhnya adalah sebuah sejarah panjang dan kompleks, dimulai bahkan
dari saat awal eksistensi kedua klub itu.
Takdir Mulai Saat Kelahiran
SS Lazio dibentuk tahun 1900 oleh para politisi dan usahawan berhaluan
politik kanan dan anti-Yahudi serta berbasis pendukung kaum terpelajar
dan kalangan menengah-atas Roma. Kelompok berhaluan serupa juga lah yang
mendirikan Inter saat melepaskan diri dari AC Milan tahun 1908.
Saat diktator fasis Benito Mussolini berkuasa di Italia, dia
memerintahkan semua klub di kota Roma di-merger menjadi AS Roma tahun
1927. Semua mematuhi, kecuali SS Lazio yang menentang dan tetap berdiri
sendiri. AS Roma dikuasai oleh golongan kiri dan didukung oleh kelas
buruh dan masyarakat Yahudi (kelompok serupa yang mendukung AC Milan).
Di kota Milan, Mussolini melakukan hal yang sama, dan Inter melakukan
penentangan yang sama sehingga sementara harus berganti nama menjadi
Ambrosiana Milano. Sejarah awal ini telah menyemai ikatan antara SS
Lazio dan Inter serta menempatkan AS Roma dan AC Milan pada pihak yang
berseberangan. Lokasi yang sama di Curva Nord (Lazio dan Inter) dan di
Curva Sud (AS Roma dan AC Milan) makin mempertajam perbedaan ini. Dan,
tentu saja, faktor lokasi di Kota yang sama menjadikan persaingan
Lazio-Roma menjadi semakin memanas. Lazio dan pendukungnya merasa
sebagai yang pertama di Roma, sedangkan AS Roma menganggap dirinya
satu-satunya klub yang menyandang nama kota.
Persaingan ini sedemikian panasnya, sehingga Derby della Capitale (SS
Lazio vs AS Roma) dinobatkan sebagai derbi paling panas di Italia bahkan
di Eropa, melebihi Derby della Madoninna (Inter vs Milan), Derby
Manchester (MU vs Manchester City) bahkan mengungguli El Classico
(Barcelona vs Madrid). Kalau Interisti dan Milanisti hanya panas di
dunia maya tetapi bersahabat di dunia nyata, Laziali dan Romanisti
berseteru dalam arti sebenarnya, di dunia maya maupun di dunia nyata.
Hampir tak pernah terjadi Derby della Capitale tanpa kerusuhan. Tercatat
beberapa nyawa melayang dan ratusan orang telah terluka karena derbi
ini. Derby della Capitale adalah “neraka” sepakbola Italia.
Gamellaggio Lazio-Inter
Persaudaraan ini terjadi sepanjang sejarah. Tak pernah ada catatan
insiden antara Laziali dan Interisti. Kesamaan aliran politik dan basis
pendukung membuat kedua kelompok suporter ini selalu rukun. Gamellaggio
secara formal terjadi saat kedua suporter bertemu dalam final UEFA Cup
tahun 1998 di Paris yang dimenangkan Inter dengan 3-0. Sikap ksatria
Irriducibili Lazio dan sikap simpatik Boys SAN Inter membuat kedua
suporter mendapatkan penghargaan fair play dari UEFA. Dan saat itu
tercapailah kesepakatan persaudaraan antara Laziali dan Interisti yang
makin menguat hingga hari ini.
Inilah beberapa kejadian unik yang menunjukkan eratnya gamellagio Lazio-Inter:
Nasib Tragis Zaccheroni, 5 Mei 2002
Pada pertandingan giornata 34 musim 2001/2002 tanggal (match terakhir,
karena saat itu Serie A hanya berisi 18 tim), terjadi peristiwa yang
unik di Stadio Olimpico pada laga Lazio vs Inter. Saat itu Inter di
ambang juara karena cukup dengan mengalahkan Lazio maka mereka akan
meraih scudetto mengungguli Juventus. Maka Laziali di Stadio Olimpico,
dimotori Irriducubili Lazio mendukung Inter habis-habisan dan meminta
Lazio kalah, agar yang mendapatkan scudetto Inter, rival Lazio:
Juventus. Sayangnya malam itu para punggawa Nerazzurri gagal meraih
scudetto yang sudah di depan mata, kalah 2-4 dari Biancoceleste. Dan
Juventus merebut scudetto dengan 71 poin, diikuti Roma dengan 70 poin.
Inter sendiri di posisi ketiga dengan 69 poin. Akibat kejadian ini,
Irriducibili Lazio mendemo manajemen Lazio dan meminta allenatore Lazio,
Alberto Zaccheroni dipecat. Zaccheroni pun akhirnya mengundurkan diri.
Dia dimusuhi Laziali justru karena timnya memenangkan laga. Ironis, tapi
itulah jiwa Irriducibili Lazio: persahabatan dan solidaritas
ditempatkan di atas sepak bola itu sendiri.
Stadio Giuseppe Meazza Tanpa Banner dan Flare, 15 November 2007
Empat hari sebelumnya, seorang DJ terkenal di kota Roma, Gabriele
Sandri, seorang pendukung ultras Lazio, menjadi korban tak berdosa dalam
kerusuhan antara sekelompok suporter anarkis Juventus dan kepolisian
kota Roma. Sandri tertembak di bagian belakang kepalanya oleh polisi.
Kerusuhan pun meledak, menuntut keadilan. Tidak hanya karena para
Laziali menyerang kantor polisi Roma, tapi juga di Milano, oleh
Interisti menyerang kantor polisi Milano, menunjukkan solidaritasnya.
Untuk menghormati Sandri, Inter menunda sehari pertandingan Inter vs
Lazio di Stadio Giuseppe Meazza yang seharusnya digelar 14 November.
Saat pertandingan berlangsung, Boys SAN Inter memprakarsai mengheningkan
cipta selama 5 menit di stadion untuk menghormati Sandri. Dan malam
itu, di Curva Nord Giuseppe Meazza, tempat para Interisti, sama sekali
tidak terlihat sepotong pun spanduk, banner ataupun sebuah flare pun
yang mereka nyalakan. Kelompok-kelompok ultras Inter hanya membentangkan
sebuah spanduk besar dengan tulisan warna biru langit berlatar belakang
biru gelap bertuliskan: “Gabriele Sandri, Kau Akan Selalu Berada di
Hati Kami”.
Korban Berikutnya, Jersey No 12 SS Lazio, Minggu, 2 Mei 2010
Stadio Olimpico Roma dipenuhi pendukung Lazio dan Inter yang menantikan
pertandingan Serie A giornata 36 musim 2009/2010. Pertandingan ini
sangat menentukan bagi kedua tim. Bagi inter, memenangi pertandingan ini
akan mempermudah meraih Scudetto, dan akan mengambil alih poisisi
cappolista dari AS Roma yang sementara unggul 1 poin. Bagi Lazio
memenangi pertandingan ini akan lebih mengamankan diri dari kemungkinan
degradasi ke Serie B, karena saat itu Lazio berada di posisi 17 dan
hanya terpaut 4 poin dari zona merah.
Ritual gamellagio seperti pada pembuka tulisan ini pun dilakukan. Itu
hal biasa. Yang luar biasa adalah banyak bendera Inter dan
spanduk-spanduk pemberi semangat bagi Inter dikibarkan oleh Irriducibili
Lazio. Yang paling mencengangkan tentu saja sebuah spanduk para Laziali
yang ditujukkan kepada para pemain Lazio sendiri: "Kalau sampai menit
ke 80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!" Spanduk ini disita
polisi tak lama kemudian tetapi muncul spanduk-spanduk lain yang tak
kalah mengerikan: "Nando (maksudnya Fernando Muslera), biarkan bola
melewatimu, dan kami akan tetap menyayangimu." "Zarate, satu gol saja
kau cetak, kami paketkan kau ke Buenos Aires." Rupa-rupanya para
pendukung Lazio ingin agar Inter mengalahkan timnya malam itu, untuk
melicinkan jalan Inter menuju scudetto. Mereka lebih memilih risiko
Lazio turun ke Serie B daripada Roma yang memperoleh scudetto.
Suasana pertandingan pun menjadi sangat aneh. Lazio sama sekali tidak
memperoleh dukungan fans-nya sendiri walaupun bermain di Olimpico.
Sebaliknya Inter sebagai tamu justru memperoleh dukungan luar biasa.
Setiap kali pemain Inter menguasai bola, para Laziali berteriak,
"Biarkan mereka lewat!" Malam itu portiere Lazio, Fernando Muslera,
bermain sangat gemilang. Tak kurang dari 10 penyelamatan luar biasa
dilakukannya. Tiap kali Muslera menggagalkan gol Inter, teriakan
cemoohan pun berkumandang ke arahnya. Akhirnya pada injury time babak
pertama, tandukan Walter Samuel mengubah skor menjadi 0-1. Stadion
bergelegar dan muncul spanduk ejekan dari Laziali bertuliskan, "Oh,
Noooo Roma!" dan, "Scudetto Game Over, Roma!"
Di babak kedua mental pemain Lazio (kecuali Muslera yang tetap bermain
gemilang) pun runtuh. Kesalahan demi kesalahan dilakukan dan membuat
Thiago Motta menggenapkan kemenangan Inter menjadi 0-2 di menit ke 70.
Di akhir pertandingan, para pemain Lazio meninggalkan pertandingan
dengan sedih dan marah karena merasa “dihianati” Laziali. Presiden Roma,
Rosella Sensi mengecam habis-habisan ulah Laziali tersebut. Jose
Mourinho hanya berkomentar pendek, "Saya belum pernah menyaksikan yang
seperti ini." Asisten pelatih Lazio mengakui bahwa anak asuhnya sangat
terpengaruh oleh suasana stadion dan tidak bisa menampilkan performa
terbaiknya.
Inter akhirnya merebut scudetto 2009/2010 dengan keunggulan 2 poin atas
AS Roma. Syukurlah, Lazio mampu memenangi 2 laga sisa, terhindar
degradasi dan menempati posisi akhir klasemen di urutan ke 12. Insiden
ini membuat presiden Lazio, Claudio Lotito marah besar. Tahun 2003 Lazio
memutuskan untuk mengistirahatkan jersey no. 12 sebagai penghormatan
pada Irriducibili Lazio sebagai "pemain ke 12". Tetapi karena kejadian
ini (ditambah lagi dengan kehadiran politisi lawan Lotito di tribun
Irriducibili Lazio beberapa pertandingan sebelumnya) maka jersey no. 12
ditarik kembali dari peristirahatannya dan pada musim 2010/2011 dipakai
oleh portiere kedua Lazio, Tomasso Berni. Musim 2011/2012 jersey no 12
dipakai oleh difensore Marius Stankevicius. Satu bukti lagi, bahwa bagi
Irriducibili Lazio, persahabatan dan solidaritas adalah yang terpenting.
Kawan dan Rival Bersama, Bagaimana di Indonesia?
Sejarah telah berbicara, dan akhirnya menempatkan AS Roma, AC Milan dan
Juventus sebagai rival bersama Lazio dan Inter. Di Indonesia, gamellagio
Lazio-Inter ini masih sangat kurang terasa. Tak jarang Laziali dan
Interisti justru terlibat perdebatan panas di berbagai grup dan fanpage.
Padahal di Italia, persaudaraan ini demikian erat di dunia maya dan di
dunia nyata. Yang telah ada adalah menempatkan AS Roma, AC Milan dan
Juventus sebagai rival bersama. Satu keanehan lagi di Indonesia,
Milanisti dan Juventini cenderung bersahabat, sementara di Italia,
mereka berdua adalah rival.
(Dari berbagai sumber: forum LaCurvaNord, LazioForever, ForzaInterForums, UltrasLazio dan IrriducibiliLazio).
Penulis asli:Galuh Lazialita Biancocelesti
.

-
wow... ternyata ya...
saya baru tau nih...
kebetulan saya juga INTERISTI...
salut buat LAZIALE - INTERISTI deh
-
ya, emang terkadang ada aliansi juga diantara para fans.
wlo di masing2 negara berbeda2. contohnya di italia juventini ma milanisti gak ada yang aliansi, kebalikan di indonesia
.

0 comments:
Posting Komentar